November 09, 2015

BAHASA ARAB PERSPEKTIF HISTORIS



ILMU BAHASA ARAB PERSPEKTIF HISTORIS[1]
Oleh: Muh. Rouful Wahab[2]
Remaja Masjid Jami` Nur Rohmah[3]




Peradaban yang telah dikonstruksi oleh Islam telah membawa islah pada peradaban-peradaban yang telah mendahuluinya dari berbagai aspek kehidupan. Peradaban yang telah mendahului Islam di antaranya, Peradaban Yunani (Helenisme) yang berkarakteristik bebas prilaku, Peradaban India yang berkarakteristik paganisme dan kehidupan yang berdasarkan kasta-kasta, Peradaban Persia yang berkarakteristik mendewakan kenikmatan ragawi dan mengkultuskan kerajaan.


Islam telah mampu membangun peradaban yang memiliki ciri khas yang khusus, salah satu ciri khas tersebut adalah tauhid yang tidak dimiliki peradaban lainnya. Dengan konsep tauhid tersebut, peradaban Islam mampu unggul dengan lainnya. Merupakan bentuk peradaban Islam itu adalah adanya bahasa arab yang telah ada sejak zaman para sahabat dahulu.
Bahasa arab merupakan bahasa Al Qur`an dan yang telah menjadikan beradaban islam istimewa dari lainnya. Bahasa arab tersebut memiliki komponen ilmu yang dapat dipelajari, yaitu ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu arudh dan mu`jam.
Ilmu nahwu merupakan ilmu bahasa arab yang digunakan untuk mengetahui susunan bahasa arab yang benar dan salah, serta tatacara yang berkaitan dengan lafal-lafal dari sisi kedudukannya dalam susunan kalimat. Adapun tujuan ilmu nahwu itu adalah menghindari kesalahan dalam karangan, serta kadar ukuran dalam pemahamannya, dan memahamkannya.[4] Adapun ilmu sharaf digunakan untuk mengetahui bentuk perubahan kata dalam bahasa arab.
Latarbelakang ilmu ini adalah ketika muncul lahn[5] pada kebanyakan lidah orang-orang Arab, karena mereka sering bermasyarakat dengan rakyat negara `Ajam yang ditaklukkan Islam. Orang Arab melakukan pengajaran bahasa arab kepada rakyat `Ajam tersebut, kemudian mayoritas mereka keliru dalam melafalkannya. Melihat fakta tersebut maka para ulama merasa termotivasi untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa arab agar tidak terjadi kekeliruan dalam pengucapannya, apalagi bahasa tersebut merupakan bahasa Al Qur`an Al Karim. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Khaldun,
Para ahli ilmu merasa khawatir akan kerusakan pusat penguasaan bahasa, hingga lama kelamaan akan mengakibatkan menutup pemahaman Al Qur`an dan Hadis. Lantas mereka menetapkan hukum yang berlaku dalam kalam mereka dengan logat penguasaaan yang menyimpang, menyerupai keumuman kaidah yang dianalogikan kepada berbagai macam kalam, menetapkan penyerupaan-penyerupaan, seperti  fa`il selalu mar`fu, maf`ul selalu manshub, mubtada` itu mar`fu. Kemudian dilihat perubahan yang menunjukkan perubahan `amil, dan semisal itu. Semuanya menjadi istilah khusus, lalu dikuatkan dengan kitab, lalu jadilah kaidah khusus yang mereka namakan ilmu nahwu.[6]

Dengan demikian para ulama telah melakukan perhatian khusus terhadap bahasa Al Qur`an karena telah mengetahui akibat buruk apabila sering terjadi kesalahan dalam pelafalannya dengan menyusun kaidah-kaidah yang disebut dengan ilmu nahwu.
Tokoh sahabat terkenal yang menulis ilmu nahwu pertama adalah Ali bin Abi Thalib, beliau telah meletakkan dasar-dasar ilmu Nahwu dan kaidah-kaidahnya antara lain, jenis kata dalam tiga kategori secara sistematik yaitu ism, fi`il dan harf. Beliau jugalah yang membagi kata benda ke dalam dua sifat. Ma'rifah, yaitu kata benda yang jelas maksudnya dalam hubungan kalimat, dan Nakirah, yaitu lawan kata benda Ma'rifah. Demikian juga yang berkaitan dengan jenis-jenis i`rab, seperti rafa', nasb, jarr dan jazm. Tokoh lain yang juga menulis ilmu nahwu adalah Abu Al Aswad Ad Dauli[7] yang telah menciptakan tanda baca di antaranya fahtah, kashrah, dhammah. Kemudian diikuti para ahli ilmu setelah Ad Dauli sampai berakhir pada Khalil bin Ahmad Al Farahadi pada masa Khalifah Ar Rasyid. Kemudian disempurnakan bab demi babnya diambil dari kaidah-kaidahnya oleh Sibawaih dengan menambah definisi baru lalu memperbanyak dalil dan pendukung, serta meletakkan kitab yang terkenal Al Kitab.[8] Setelah itu bermunculan tokoh ilmu nahwu seperti Abu Ali Al Farisi yang lahir di Persia yang memiliki karya At Tadzkirah,[9] Abu Amr bin Al Hajib yang memiliki karya Al Kafiyah dalam ilmu nahwu dan Asy Syafiyah dalam ilmu sharaf, Ibnu Malik yang memiliki nama lengkap Jamaluddin Muhammad bin Abdullah Al Andalusi yang telah menulis kasidah yang disyarah oleh banyak ulama yaitu Al Fiyah[10], Ibnu Hisyam Al Anshari yang memiliki nama lengkap Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Ahmad yang memiliki karya Audhahul Masalik Ila Alfiyatu Ibnu Malik, Mughni Al Lahib `an Kutub Al A`arib, Syarah Syudzur Adz Dzahab fi Makrifati Kalam Al Arab, Qutru An Nada wa Ball Ash Shada[11], Ibnu Uqail yang memiliki nama lengkap Bahauddin Abdullah bin Abdurrahman Al Qursyi yang memiliki karya Syarah Ibnu Aqil ala Al Fiyah.[12]
Adapun Ilmu arudh adalah ilmu yang khusus dengan syair Arab yang menentukan dasar yang diketahui shahih tidaknya sebuah syair berdasarkan wazan-wazan yang ada[13].  Penyusunan ilmu ini dinisbatkan dan dikeluarkan oleh Al Khalil bin Ahmad Al Farahadi yang menulis kitab Al Ain Mu`jam. Pendapat tersebut sebagaimana diungkapkan Al Yafii bahwa Khalil dalam menciptakan ilmu arudh mencari kebenaran syair dan kerusakan wazannya.[14] Karya lain yang berkaitan arudh di antaranya Syia`u Al Alil fi Ilmi Al Khalil oleh Aminuddin Al Muhalla dan Takmilah Al Miftah Al Ulum oleh As Sakaki.
Adapun mu`jam merupakan kitab yang meliputi beberapa bilangan mufradat bahasa, dengan susunan dan urutan tertentu, disertai dengan cara melafalkannya, penjelasannya, penafsiran maknanya, yang dimutlakan sebagai nama kamus.[15] Mu`jam merupakan kitab penting dalam bahasa arab dan dijadikan rujukan untuk dapat memahami maknanya.
Latarbelakang mu`jam itu karena Al Qur`an diturunkan dengan bahasa arab dan telah banyak non arab yang telah masuk Islam, sehingga agar mereka dapat memahami bahasa arab dengan baik dan benar maka disusun mu`jam arab yang digunakan sebagai salah satu alat untuk memahami kandungan Al Qur`an. Doktor Adnan Al Khatib mengatakan,
Ketika setiap bahasa dihiasi dengan kamusnya, maka kamus merupakan hiasan dari seluruh hiasan bagi induk segalanya. Sebab, tidak ada di dunia ini suatu umat seperti Arab yang melebihi seluruh umat dalam bahasanya. Keluasan dalam pengumpulan dan pembukuannya, membahas setiap mufradatnya, disusul dengan dalil-dalil huruf satu dari setiap huruf-hurufnya menurut letaknya dari satu lafal.[16]

Mu`jam pertama disusun oleh Abdullah bin Abbas pada tahun 18 H/687 M dengan karyanya Gharib Al Qur`an yang menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Nafi bin Azraq.  Kemudian muncul pula kitab semisalnya seperti Gharib Al Qur`an oleh Abu Said Aban bin Taghlab, Tafsir Gharib Al Qur`an oleh Imam Malik, dan Gharib            Al Qur`an oleh Abu Fida Muarrikh bin Amru As Sudusi.[17]
Adapun mu`jam dengan makna umum mulai muncul pada separuh kedua dari abad kedua Hijriyah karya Khalil bin Ahmad dengan sebuah kamus beliau Al Ain yang berpegang pada syair dan susunan kata asalnya menurut huruf hijaiyah sesuai dengan  makhraj suara[18]. Kemudian diikuti oleh Abu Ali Al Qali pada tahun                     356 H/966 M dengan kamus Al Bari yang merupakan kamus pertama terbit di Andalusia, Abu Manshur Al Azhari  menyusun kamus Tahzib Al Lughat, Shahib bin Ibad pada tahun 385 H/995 H menyusun kitab Muhkam wa Al Muhith Al A`zham. Sedangkan Ibnu Darid Al Azdi menyusun kamus Jamharatul Lughat yang berbeda penyusunannya dengan Khalil yaitu dengan cara menyusun sesuai dengan alfabet. Adapun Ahmad bin Faris menyusun kamus Maqayis Al Lughat dengan metode pencampuran antara cara alfabeta dan bab-bab subyek menurut kalimat-kalimatnya.
Pada akhir abad kelima dan permulaan abad keenam Hijriyah Az Zamakhsyari menulis Mu`jam Asasl Al Balaghah yang berbeda dengan mengikuti cara alfabeta. Beliau menyusun kalimat menurut awalnya kemudian kedua dan ketiga, hal itu merupakan jalan yang digunakan oleh mu`jam masa kini dalam menyusun lafal-lafalnya.  Ibnu Manzhur mengarang buku Lisan Al Arab, Al Fairuz Aabadi mengarang buku Al Qamus Al Muhith yang kedua kitab itu mengikuti metode Al Jauhari  dalam Shihahnya.
Penulis mu`jam arab umum yang bertujuan menjelaskan makna dan mengungkapkan maknanya secara dalam dikenal dengan mu`jam Al Fadh. Penulis pertama  model kamus seperti ini adalah Ibnu Sikkit dengan buku Al Al Fadh pada tahun 244 H/858M. Kemudian diikuti Abdurrohman bin Isa Al Hamdani dengan kitab Al Fadz Al Kitabiyah. Kitab mu`jam yang paling besar sampai sekarang adalah Al Mukhashshash yang dikarang oleh Ibnu Sidah Al Andalus.[19]
Bahasa  arab dengan berbagai macam perkembangannya merupakan karya para pemikir dan ulama Islam yang menunjukkan kegigihan kaum muslimin dalam ilmu pengetahuan sejak abad 2 H.























DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Khaldun, Al Ibaru wa Diwan Al Mubtada wa Al Khabar 
Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Niyahah 
Raqhib AsSirjani.2009. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.  Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 
Ibnu Khaldun, Wafayat Al A`yan 
Ibnu Imad, Sydzarat Adz-Dzahab 
Ibnu Hajar, Ad Darar Al Kaminah      
Adnan Al Khatib, Al Mu`jam Al Arabi bainal Madhi wa Al Khadhir 
Khalil bin Ahmad, Mu`jam Al Ain 



[1] Disampaikan dalam dirasah lugah arabiyah yang diadakan oleh remaja masjid Jami` Nur Rohmah
[2] Anggota remaja masjid Jami` Nur Rohmah
[3] Losari Rt 04 Rw II Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta 57117
[4] Shadiq bin Hasan AlQanuji,Abjad Al Ulum(2/560)
[5] Ibnu Manzhur, Lisan Al Arab,Madah Lahn (13/379)
[6] Ibnu Khaldun, Al Ibaru wa Diwan Al Mubtada wa Al Khabar ( 1/546)
[7] Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Niyahah (3/312)
[8] Raqhib AsSirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.  2009. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. Hlm:408
[9] Ibnu Khaldun, Wafayat Al A`yan (2/80-82)
[10] Ibnu Imad, Sydzarat Adz-Dzahab (5/339)
[11] Op.cit. Hlm:409
[12] Ibnu Imad, Sydzarat Adz-Dzahab (5/339)
[13] Op.cit. Hlm:410
[14] Ibnu Hajar, Ad Darar Al Kaminah (3/18-20)
[15] Raqhib AsSirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.  2009. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. Hlm:412
[16] Adnan Al Khatib, Al Mu`jam Al Arabi bainal Madhi wa Al Khadhir. Hlm:5
[17] Op.cit. Hlm:414
[18] Khalil bin Ahmad, Mu`jam Al Ain (1/15)
[19] Op.cit. Hlm:416

Tidak ada komentar: