Pendidikan merupakan
bagian dari perjalanan hidup umat manusia yang ingin maju. Pendidikan adalah
salah satu aspek dalam Islam dan menempati kedudukan yang sentral, karena
peranannya dalam membentuk pribadi muslim yang utuh sebagai pembawa misi
kekholifahan. Allah telah membekali manusia dengan akal ( kemampuan rasio ) dan
al – Qur’an memberi dukungan yang kuat bagi usaha manusia untuk meningkatkan
standard kehidupan.
Secara umum memang
tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas pendidikan kita masih sangat rendah. Ini
nampak sekali pada komponen pendidikan yang ada baik itu pendidik, sarana dan
prasarana, kurikulum, dan dana yang kurang memenuhi standar. Pendidik kita
misalnya, banyak yang belum berkualifikasi sebagai pendidik yang profesional
karena secara akademis mereka belum memiliki kualifikasi untuk menjadi seorang
pendidik ( guru ). Sarana dan prasarana ynag ada masih jauh dari layak.
Kurikulum pendidikan pendidikan kita masig terjebak pada dikotomi antara
pendidikan agama dan pendidikan umum. Kemudia adanya tantangan ekonomi, politik, juga menjadi hal
yang dihadapi dunia pendidikan Islam.
Sementara dari luar
sistem pendidikan yang ada, arus globalisasi dan informasi juga turut memberi
pengaruh pada cara pandang masyarakat terhadap pendidikan, terutama pendidikan
agama. Sehingga fenomena yang muncul adalah menomorduakan pendidikan agama.
Ciri berbagai tantangan pendidikan menghadapi ufuk
globalisasi diantaranya :Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai
tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan
meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ). Kedua,
tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era
reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat
tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi,
serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas
kehidupan SDM. Ketiga, tantangan
dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil
pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi
dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan
kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Begitu kompleks
gambaran permasalahan dalam pendidikan kita, karena selain tantangan internal
pendidikan kita juga dihadapkan pada tantangan eksternal sebagai imbas dari
globalisasi.
Pendidikan Islam yang
identik dengan lembaga pendidikan bernama madrasah memang masih mendapat
predikat sekolah “ kelas dua “
dari sebagian masyarakat kita yang notabene mayoritas muslim. Untuk mengubah
atau bahkan menghilangkan sama sekali image negatif itu banyak hal yang harus
dibenahi, di antaranya adalah perubahan orientasi. Orientasi pendidikan Islam
selama ini adalah untuk memahami ilmu agama an sih, seperti yang ditulis pada
artikel ini. Kondisi ini membuat pendidikan kita terisolasi dengan sendirinya.
Paradigma ini harus diperbaharui, karena al – Qur’an menuntun kita untuk
menuntut ilmu seluas – luasnya. Ilmu agama dan ilmu duniawi haruslah konvergen.
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam
rangka merumuskan suatu tujuan pendidikan islam perlu adanya kajian
terhadap hakekat manusia, masyarakat, alam, pengetahuan, dan fungsi nilai.
Hakekat manusia dikaji karena merupakan subjek yang akan didik adalah manusia,
hakekat masyarakat dikaji karena peserta didik hidup di tengah masyarakat yang
kompleks, dari kajian ini didapat posisi dan fungsi sekolah dan impian
masyarakat, hakekat alam dikaji karena peserta didik hidup didalamnya serta
untuk diketahui posisi peserta didik di dalamnya dan tugas yang harus
dilaksanakannya, hakekat pengetahuan dan fungsi nilai dikaji karena dengan
keduanya peserta didik dapat mengaktualisasi dirinya dan menjadi acuan bagi
pendidik dalam proses kegiatan pembelajaran.
Manusia
adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Hakekat
manusia apabila dilihat dari prespektif eksistensi terdiri dari tiga hal:(1)
amal dan karyanya dimuka bumi, seorang manusia akan dikenal orang lain atau
masyarakat yang ada disekitarnya dengan amal dan karyanya di muka bumi, selain
itu amal manusia menjadi tolak ukur baik atau buruknya yang menjadi pembeda
dengan makhluk lainnya sebagaiman firman Allah yang artinya : “Yang
menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih
baik amalannya. Dan dia Maha Perkasa, Maha Pengampun”.( Q.S al Mulk (67):2
). (2) Merupakan wujud dari penjelmaan kepribadiannya, Allah telah mengilhamkan
kebaikan dan keburukan kepada jiwa manusia, apabila seseorang selalu beribadah
kepada Allah maka akan terlihat perilaku baik yang merupakan kepribadiannya,
dan apabila seseorang tidak mengerjakan ibadah maka terlihat perilaku buruk
yang merupakan kepribadiannya[1].
(3) Sebagai hamba Allah di muka bumi, sebagimana firman Allah bahwasannya:”Allah
tidak menciptakan manusia kecuali untuk mengabdi kepadanya”mengabdi dalam
bentuk ibadah dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya seperti
tercantum dalam Al-qur’an dan sebagai khalifah di muka bumi, Manusia juga
sebagai khalifah di bumi merupakan
amanat Allah yaitu tugas kepemimpinan , wakil Allah di muka bumi, serta
pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Manusia memiliki unsur pembentuk dari tanah yang disebut dalam al
Qur`an dengan lafal basyar dan ruh Allah yang disebut dalam al Qur`an
dengan lafal insan. Lafal basyar
digunakan al Qur`an dalam menjelaskan dimensi lahiriah manusia sebagai
contoh bahwa manusia itu membutukan makan dan minum, sebagaiman firman Allah
yang artinya : “(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia
makan apa yang kamu makan, dan dia minum apa yang kamu minum”.[2]
Sedangkan lafal insan digunakan dalam al Qur`an dalam menjelaskan
dimensi psikis dan spiritual sebagai contoh bahwa manusia memiliki kemampuan
berbicara, berkomunikasi, dan berbahasa. Hal ini sebagaimana firman Allah yang
artinya :” (Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan al Qur`an, Dia
menciptakan manusia, mengajarkan pandai berbicara”.[3]
Dua kata basyar dan insan menunjukkan substansi manusia bahwa
substansi insan lebih mulia dari pada basyar, oleh karena itu
dalam pandangan Islam orang yang paling baik adalah taqwanya kepada Allah bukan
dilihat dari segi duniawi.
Allah
juga memberikan kepada manusia 2 potensi diantaranya potensi psikis: nafs,
qalb, ruh dan aql, dan potensi fisik sebagai
makhluk yang berfikir diberi ilmu dan memikul amanah. Nafs merupakan tempat pengetahuan dan kemauan yang
keras serta dengannya pula manusia menyesali perbuatannya, qalb merupakant
tempat ras takut, keimanan, pengajaran dan merupakan sarana untuk memperoleh
pengetahuan, ruh dianugerahkan kepada seluruh manusia dan menjadikan
manusia makhluk yang berbeda dengan lainnya, hal yang menjadikan manusia
seperti ini adalah aql, dengannya manusia dapat membentuk suatu budaya
dan peradaban. Aql memiliki daya nalar yang dapat memahami sesuatu dan
menyimpulkan, daya moral yang dapat menjauhi keburukan, dan daya rusyd yang dapat mengambil hikmah.
Masyarakat
merupakan suatu kumpulan individu yang saling berhubungan sehingga memiliki
kesadaran dan cita –cita kolektif dan membentuk peradaban, ciri masyarakat
dalam Islam diantaranya: (1) Moral sebagai basis utama, (2) keluarga sebagai
kelompok inti, (3) Harmoni dengan alam semesta. Suatu masyarakat akan mengalami
kebangkitan yang disebabkkan perkembangan pengetahuan, dan kemunduran yang
disebabkan kedzaliman dan kemewahaan yang diunggulkan manusia.
Allah
menciptakan alam bagi manusia memiliki tujuan untuk kepentingan manusia itu
sendiri dengan demikian mereka harus melestarikan alam yang dapat menjadikannya
eksis di muka bumi. Untuk melakukan tugasnya dimuka bumi maka manusia harus
mendaya gunakan potensi yang dimiliki dengan mempelajari pengetahuan baik
secara inderawi atau metafisika.
Ada
3 isitilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan
tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam
mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).[4]
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” (رَبَّÙ‰),
yurabbi (ÙŠُرَبِّÙ‰) menjadi “tarbiyah” yang
mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai
khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili
dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi
untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah
Allah maka manusia mempunyai tugas untuk memadukan pertumbuhan dan
perkembangannya bersama dengan alam. Kata ta’lim
berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan.
Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran
(ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan
Adam as oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan
langsung dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan
konsep ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as
dengan Tuhannya. Kata al-ta`dib,
menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk
menunjukkan pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, sebagaimana suatu hadis yang artinya: “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”. (HR. al-Askary dari Ali
r.a). Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini
pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan
tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya. Al-Ta’dib
berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam
diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu
di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi
sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat
dalam tatanan wujud dan kepribadiannya. Pendidikan Islam merupakan integrasi dari 3 kata diatas yang
mengimplisitkan bahwa adanya inter relasi antara manusia, masyarakat, dan
lingkungannya dan antara ketiganya dengan Allah, bentuk penyelenggaraan
pendidikan dilakukan secara formal dan non formal , dengan demikian pendidikan
merupakan tanggung jawab individu, masyarakat dan negara.
Pendidikan
merupakan proses yang membantu pertumbuhan dan perkembagan kepribadian manusia
secara komprehensif melalui pelatihan segenap daya dan potensinya, sehingga
nilai – nilai islam dapat dimiliki oleh seorang manusia, dan dapat terbentuk
suatu kebudayaan islam yang dapat melaksanakan tugas manusia yaitu sebagai
hamba Allah dan khalifah di muka bumi.
Tujuan
pendidikan islam adalah menjadi manusia sempurna (insan kamil) yang
mampu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi,
menjaga alam semesta dengan selalu mengkaji pengetahuan yang ada, dan selalu
mencerminkan nilai – nilai islam sehingga tercipta suatu masyarakat islam yang
memiliki budaya islami.
A. Konsep Pendidikan
Prespektif Ibnu Sina
1. Hakekat Manusia
Bebicara tentang
pendidikan, tentu tidak terlepas dari kajian tentang hakikat manusia. Pandangan
seseorang terhadap manusia akan berpengaruh terhadap konsep-konsep pendidikan
yang ia kemukakan. Demikian halnya Ibn Sina, juga memiliki pandangan tentang
hakikat manusia. Bahkan dalam kajian filsafat, pembahasan tentang Ibn Sina
tidak pernah terlepas dari pemikirannya tentang manusia, khususnya tentang
konsep jiwa.
Secara garis besar, manusia terdiri dari unsur
jasmani dan rohani. Keduanya mesti dipelihara dalam kelangusungan hidup di
dunia ini. Namun dalam kajian filsafat, unsur rohani atau jiwa mendapat
perhatian lebih karena dianggap sebagai hakikat manusia yang sesungguhnya.
Demikian halnya dengan Ibn Sina, meskipun ia sebagai seorang dokter yang mengkaji
tentang organ tubuh manusia secara jasmani, tetapi ia juga memiliki pemikiran
yang unik tentang jiwa.
Ibnu Sina membagi Jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa
tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Hanya saja Ibn Sina menguraikan lebih
rinci, dan tentunya sesuai dengan ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an. Dalam makalah ini dirinci tentang Jiwa manusia
(insaniyah), yang disebut juga al-nafs al-nathiqat, mempunyai dua daya,
yaitu: (1) Daya praktis {al-'amilat), hubungannya dengan jasad. Daya
jiwa al-'amilah disebut juga al-'aqlul 'amali (akal atau
intelegensia praktis), yakni daya jiwa insani yang punya kekuasaan atas badan
manusia yang dengan daya jiwa inilah manusia melaksanakan perbuatan-perbuatan
yang mengandung pertimbangan dan pemikiran yang membedakan dia, dari seluruh
binatang. Jika daya ini membimbing daya-daya jiwa hayawaniyah serta dipengaruhi
juga oleh aqlun nazhari (pikir teoritis) maka manusia akan hidup di atas
keutarnaan, tetapi jika sebaliknya manusia akan hidup dalam kehinaan. (2) Daya
teoretis {al-'alimat) hubungannya dengan hal-hal yang abstrak. Daya jiwa
al-'alimah disebut juga "aqlun nazhari". (akal intelegensia
teoretis), daya jiwa ini menemukan konsep-konsep umum yang di-tajrid-kan dari
materi. Daya teoretis ini mempunyai beberapa tingkatan akal, yaitu.(a) Aqlun
bil quwwab, yaitu intelegensia yang berkembang disebabkan proses interaksi
dengan lingkungannya baik melalui proses belajar mengajar ataupun
pengalaman-pengalaman. Aqlun bil quwwah ini dibagi tiga: Al-Aqlu al-hayulani (akal material),
yang semata-mata mempunyai potensi untuk berpikir dan belum dilatih walaupun
sedikitpun. Al-'Aqlu al-malakat,
yaitu jiwa yang memperoleh perkara-perkara badihiyah (kebenaran aksioma) dengan
ilharn ilahi tanpa melalui proses belajar, dia tidak pula lewat pengalaman
indrawi. Contoh, keseluruhan lebih besar dari bagiannya, dua yang berlawanan
tidak akan berkumpul. Al-Aqlu bi al-fi'l, (akal aktual), yaitu bilamana
jiwa memperoleh ilmu pengetahuan teoritis, namun dia tidak dalam keadaan sedang
empelajarinya, tapi ilmu sudah siap padanya, kapan saja dia kehendaki dapat
diketahuinya. (b) al-Aqlu al-Mustafad, yaitu akal yang muncul bilamana
konsepsi rasional hadir pada akal itu, sedang dia dalam keadaan mengkajinya
atau mempelajarinya. Perbedaan antara al-aql bi al-fi'li dengan al-aql
al-mustafad adalah, umpamanya, seorang seniman pelukis, daya jiwanya pada
waktu dia tidak dalam keadaan melukis, dan daya jiwanya pada waktu dia
tenggelam dalam melukis (mustafad). Jadi, akal seperti inilah yang dapat
berhubungan dan menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif.
Dari tingkatan jiwa di atas, jiwa al-insaniyah
adalah yang tertinggi. Sementara dalam jiwa al-insaniyah juga terdapat beberapa
tingkatan akal, dari yang bersifat materil (hayulani) hingga kepada yang
abstrak (mustafad). Untuk meningkatkan kualitas jiwa dan akal manusia,
diperlukan latihan-latihan berupa penelitian dan pendidikan. Dari konsep ini,
terlihat jelas peran penting pendidikan bagi pengembangan diri manusia.
Ia juga menjelaskan bahwa sifat seseorang bergantung
pada jiwa mana dari ketiga jiwa itu yang berpengaruh pada dirinya, jika yang
lebih berpengaruh jiwa binatang maka orang itu akan menyerupai sifat-sifat
binatang. Sebaliknya jika jiwa manusia telah mempunyai kesempurnaan sebelum ia
berpisah dengan badan, maka ia akan memperoleh kesenangan abadi di akhirat.
Sebaliknya, jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna akibat
terpengaruh oleh godaan hawa nafsu, maka ia akan sengsara selama-lamanya di
akhirat.
2. Hakekat Pendidikan Islam
Hakekat pendidikan menurut Ibnu Sina adalah
aktualisasi dan penyempurnaan potensi akal manusia baik akal teoritis dengan
pendidikan nalar, serta akal teoritis
dan praktis dengan pendidikan akhlak
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah menguatkan iman,
membina kesehatan dan akhlak, berfikir benar, dan ketrampilan
4. Strategi penerapan untuk
mencapai tujuan pendidikan
a. Pendidikan dilaksanakan
secara moderasi dengan memperhatikan perkembangan usia dan jiwa serta nilai
ajaran islam
b. Kurikulum
berupa materi pelajaran yang ditawarkan Ibn Sina dimulai sejak usia dini (3 – 5
tahun), lalu usia pertengahan (6 – 14 tahun), dan usia di atas 14 tahun.
Masing-masing tingkatan usia tersebut memerlukan materi tertentu sesuai dengan
tingkat kemampuan/psikologis anak. Di usia dini lebih menekankan aspek
apektif/akhlak, di usia remaja telah memperkanalkan berbagai ilmu-ilmu dasar,
sementara di usia dewasa harus di arahkan kepada keahlian atau spesifikasi
keilmuan sesuai dengan bakat dan minatnya. Kurikulum tersebut sudah bersifat
hirarkis-sturuktural.
c. Metode
pembelajaran yang harus mempertimbangkan aspek psikologis anak dan jenis materi
pelajaran yang diberikan. Dalam penyajian metode ini, seorang guru harus
memperhatikan pembinaan akhlak, baik akhlak guru sendiri sebagai teladan maupun
perilaku anak didik yang harus diarahkan kepada yang baik. Oleh karena itu
seorang guru selain dituntut untuk cerdas dan kompeten dalam bidangnya, juga
dituntut memiliki akhlak yang mulia penuh kharisma sehingga menjadi teladan dan
idola bagi anak didiknya.
5. Relevansi strateginya dalam
menghadapi tantagan internal dan eksternal
a. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan tidak hanya trasmisi pengetahuan tetapi memberikan pengalaman hidup
individual dan sosial, agar dapat mengatasi tantangan internal
b. Dalam proses pendidikan
seorang pendidik perlu menjauhkan siswa dari rasa takut, marah dan sedih.
Seorang pendidik harus bisa memberikan kesenangan kepada siswa dengan demikian
siswa terbiasa berfikir positif
c. Dalam proses pendidikan
pendidik harus mengajarkan kepada siswa kerjasama dengan teman lainnya dan
saling menguatkan nilai-nilai, agar dalam hidup siswa tidak lepas dari nilai –
nilai islam
d. Pendidikan dilaksanakan
secara moderasi dengan memperhatikan perkembangan usia dan jiwa serta nilai
ajaran islam, agar pendidikan mengikuti zaman tetapi tetap dalam batasan islam
B. Konsep Pendidikan
Prespektif Muhammad Iqbal
Menurut Muh. Iqbal
sebab kemunduran umat Islam disebabkan oleh buruknya pemikiran, untuk solusinya
adalah membagkitkan pemikiran dan kreativitas umat Islam dalam menghadapi
perubahan – perubahan yang ada berlandaskan al Quran dan Hadis, menurutnya
ijtihad kolektif perlu dilakukan untuk kepentingan masyarakat
1.
Hakekat Manusia
Menurut Muh. Iqbal adalah
setiap manusia memiliki kesatuan dan keunikan ego untuk menjalankan tugasnya di
muka bumi. Kesatuan ego lebih bersifat internal dan keunikan ego berisifat
eksternal bahwa masyarakat memiliki keunikan yang berbeda berdasarkan
pengalaman yang telah diperolehnya. ketika ego terus mendapatkan pengalaman
maka individu seseorang akan memiliki jiwa yang kuat dengan demikian dapat
bersatu dengan masyarakat lainnya
2.
Hakekat Pendidikan Islam
Hakekat pendidikan
Islam Iqbal adalah segala upaya atau proses yang dilakukan secara terus-menerus
untuk membantu mengembangkan individualitas seseorang agar siap memasuki dunia
peradaban yang penuh dinamika dan perubahan berdasarkan ajaran Islam.
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan
Islam yaitu tercapainya kesempurnaan individualitas seseorang (peserta didik)
melalui pertemuan antara ego kecil dengan ego besar, sehingga dalam dirinya
tertanam sifat-sifat ketuhanan (insan kamil). Dan selalu melangsungkan
kontak sosial untuk mewujudkan tugasnya sebagai khalifah.
4.
Strategi penerapan untuk mencapai tujuan pendidikan
Iqbal menawarkan
prinsip-prinsip dasar pendidikan yang untuk mencapai tujuan pendidikan
diantaranya:
a. Konsep
individualitas. Tujuan akhir pendidikan dan usaha sosial/budaya adalah
memperkokoh individualitas semua pribadi.
b. Pertumbuhan
individualitas. Pertumbuhan dan perkembangan individu menuntut kegiatan
intensif, beraneka, dan berkesinambungan dalam pertautan individu dan
lingkungan yang berlangsung secara timbal balik, material maupun budaya.
c. Keserasian
jasmani dan rohani. Dalam mengejar nilai-nilai budaya dan rohaniah hendaknya
manusia memanfaatkan dunia fisik sebagai bahan bakunya dan
menggali/mengeksploitasi berbagai kemungkinan untuk meningkatkan derajat insan.
d. Individu
dan masyarakat.Pertautan individu dan masyarakat sebagai pertautan dinamis dan
saling memperkaya, maka pendidikan harus selaras dengan pertautan tersebut.
e. Evolusi
kreatif. Pendidikan itu harus optimis karena pendidikan ialah suatu perjalanan
yang benar dalam menggali kemungkinan yang tak terbatas.
f. Peranan
intelek dan intuisi. Intelek, perbuatan, kegiatan atau cinta menjadi satu
kesatuan utuh dan dinamis, mampu mematahkan mekanisme kematian dengan menjadi
individualitas insan tidak terhancurkan.
g. Pendidikan
watak. Interpretasi baru dari citra Islam yang diproyeksikan pada kondisi dan
permasalahan kehidupan modern akan membangkitkan inspirasi yang mendorong
pembinaan kembali kehidupan individual maupun sosial.
h. Tata
kehidupan sosial Islam. Tata kehidupan sosial Islam bersifat responsif terhadap
kekuatan material dan budaya maka masyarakat insan harus dinamis dan mampu
memperjuangkan perbaikan nasibnya sendiri.
i.
Suatu pandangan
kreatif tentang pendidikan. Sistem pendidikan harus mempersiapkan anak didik
untuk kehidupan yang aktif, bukan perenungan pasif dan tidak diciptakan sebagai
menara gading.
5.
Relevansi strateginya dalam menghadapi tantagan internal dan eksternal
a. Paradigama yang digunakan
dalam pemikiran filsafat Iqbal adalah paradigma konstruktif, sehingga dalam
mencari kebenaran terhadap sebuah realitas sosial senantiasa dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang di anut Iqbal.Berdasarkan paradigma konstruktif tersebut, maka
dalam konstruksi pemikiran pendidikan Islam Iqbal terdapat nilai-nilai, yaitu:
nilai-nilai pendidikan tauhid, nilai-nilai pendidikan akhlak, nilai-nilai
pendidikan akal (kecerdasan dan nilai-nilai pendidikan sosial. Nilai-nilai pendidikan tersebut sesemuanya juga bersumber dari
pandangan Iqbal tentang ego yang merdeka dan senantiasa berproses menuju ke
arah kesempurnaan yaitu Allah SWT. Dari pandangan itu akhirnya menghasilkan
konsep ketuhanan dan dari padanyalah nilai-nilai pendidikan tersebut diatas
terkandung didalamnya, dengan
demikian siswa dapat menghadapi tatangan globalisasi dari barat tetap ada nilai
islam meski mengikuti perkembangan teknologi
b.
Fase-fase pendidikan Islam harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
individualitas setiap orang. Menurut Iqbal fase-fase pendidikan tersebut
adalah; pertama, taat kepada undang-undang, kedua, penguasaan diri, dan tahapan
ketiga yang merupakan tahap kesempurnaan yaitu kekhalifahan Illahi.
c.
Materi pendidikan Islam Iqbal menekankan penggabungan studi agama, sejarah
budaya, ilmu alam dan fisika, psikologi, metafisika, ilmu sosial dan sastra,
agar siswa siap menghadapi tantangan baik masyarakat maupun ekonomi
d. Metode pendidikan yang
ditawarkan Iqbal adalah metode yang dapat memacu kreativitas dan perkembangan
individualitas siswa. Metode tersebut yaitu metode eksperimen, metode trial and
error, metode proyek dan metode struktur sosial, agar memberikan pengalaman
bagi siswa untuk persiapan menghadapi tantangan zaman
C. Konsep pendidikan
Prespektif Mulla Sadra
1.
Konsep lintas trans-substansi manusia
Diantara persoalan
yang penting yang menjadi bagian pembahasan dalam
persoalan jiwa adalah transendensi jiwa rasional. Dalam kontek ini para filosof
khususnya Mulla Sadra ingin menunjukkan bahwa jiwa setelah mengalami
perkembangan akibat gerakan tran-substansial yang terjadi menyebabkan jiwa
menjadi substansi yang non-material yang ada pada diri manusia. Hal ini menjadi
landasan utama keabadian diri manusia karena perkembangannya yang me-non-materi
tersebut dan kemampuan jiwa untuk dapat berpindah dari satu fase kehidupan
(Nasy'ah) kepada fase kehidupan yang lain. Di antara argumentasi yang
dikemukakan Mulla Sadra antara lain :
a. Argumentasi ini berdasarkan
prinsip ilmu huduri dengan penjelasan sebagai berikut; Kita dapat mempersepsi
diri kita sendiri dan persepsi tersebut menghasilkan diri kita pada diri kita
sendiri dan karena tidak ada sesuatu yang eksternal selain diri kita sendiri
maka pastilah hadirnya zat diri kita pada diri kita bersifat huduri yaitu zat
jiwa terhasilkan pada zat jiwa itu sendiri dan berdiri pada zatnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa adalah substansi yang berdiri sendiri
dan terlepas dari materi.
b. Argumentasi kedua adalah argumentasi yang
disebut Mulla Sadra dengan argumentasi Arsyiyyah dengan penjelasan sebagai
berikut : Jika daya rasional sama seperti halnya daya-daya fisik yang lain dan
berada pada dimensi materi maka pada daya ini akan berlaku hukum yang terjadi
sebagaimana pada daya-daya fisik yang lain pada saat fisik tersebut mencapai
usia tua. Seperti halnya daya-daya fisik menjadi lemah ketika tua demikian yang
akan terjadi pada daya rasional akan tetapi kenyataan terjadi sebaliknya. Usia
tua tidak menyebabkan lemahnya daya rasional bahkan semakin tua dan dewasa
seseorang semakin kuat daya rasionalnya karenanya daya rasional bukanlah berada
pada raga atau fisiknya akan tetapi pada sesuatu yang non-materi.
c. Manusia terbagi menjadi 2
kategori. Pertama, dari al mabda` sampai substansi manusia
bersifat natural yang dilaksanakan oleh malaikat dan kekuatan alam. Kedua,
dari substansi manusia sampai dekat Allah dilakukan manusia melalui aktualisasi
segala potensi yang dimiliki dan dayanya melalui pendidikan
Kita melihat pandangan utama bertransformasinya seluruh forma wujud pada tingkat yang lebih tinggi melalui gerakan trans-substansial yang dikembangkannya, yang pada akhirnya tentu saja melepaskan forma wujud tertentu dari materi, mengingat materi dalam dalam teori kosmologi Mulla Sadra menempati level terendah dari level-level wujud yang diutarakannya.
Kita melihat pandangan utama bertransformasinya seluruh forma wujud pada tingkat yang lebih tinggi melalui gerakan trans-substansial yang dikembangkannya, yang pada akhirnya tentu saja melepaskan forma wujud tertentu dari materi, mengingat materi dalam dalam teori kosmologi Mulla Sadra menempati level terendah dari level-level wujud yang diutarakannya.
2.
Hakekat Pendidikan Islam
Hakekat pendidan Islam adalah usaha membantu
pendakian manusia menuju kondisi pengetahuan yang sempurna agar dapat
menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Penyempurnaan manusia dan jiwanya sehingga terbentuk manusia
sempurna ( al Insan Al Kamil ) yang memperoleh pengetahuan sempurna tentang
Tuhan
4. Strategi penerapan untuk
mencapai tujuan pendidikan
a. Dalam melaksanakan pendidikan
perlu adanya kegiatan untuk mengembangkan potensi siswa baik melalui kecerdasan
spiritual, emosional dan intelektual
b. Melatih kemampuan rasional
jiwa siswa
5. Relevansi strateginya dalam
menghadapi tantagan internal dan eksternal
a. Pendidikan perlu mengaktualisasi
kemampuan siswa agar mereka memiliki kecerdasan spiritual, emosional dan
intelektual serta dapat menghadapi permasalahan di masa mendatang
b. Selalu meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah, agar para siswa selalu taat dan memegang nilai islam dalam kehidupan
D. Konsep Kosmologi suci Prespektif Hossein Nasr
Kegelisahan Nasr berawal
dari krisis lingkungan global berakar pada hilangnya
dimensi spiritual-keagamaan dari kehidupan manusia, indivi-dual dan budaya,
termasuk pemahaman tentang alam. Dan
harus kembali ke filsafat perennial. Filsafat
Perennial: filsafat yang penting untuk mengetahui Basis spiritual segala
sesuatu, tidak hanya dalam jiwa, namun juga di balik dunia dan jiwa dalam sisi
transendetalnya.
Bagi Nasr, kosmologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas
semua tatanan dari realitas formal. Realitas
fisik-material berasal dari realitas spiritual, dan terjaga keberlangsungannya
olehnya. Dan realitas spiritual tertinggi adalah Realitas Ilahiah yang Esa. Realitas Ilahiah adalah pencipta kosmos (fisik-material dan spiritual) dan
pemelihara-nya.tujuan, arti, dan makna hal ini memiliki tujuan kuantitatif, moral, intelektual, dan spiritual bagi manusia. tatanan alam yang begitu baik merupakan wujud
kebijaksanaan dari ilahi. Jadi bumi dan isinya merupakan guru bagi manusia agar
manusia lebih bijaksana dalam berbuat
Istilah suci merujuk kepada konsep alam ilahi yang
dapat diketahui dengan kecerdasan spiritual
Manusia adalah perantara
antara dunia fisik-material dan dunia spiritual. Salah satu tugas kemanusiaan
adalah mengokohkan tatanan kosmos.
Manusia memiliki jiwa untuk sarana mengenal Rab yang suci. Nasr menjelaskan
bahwa aspek kearifan jauh lebih penting dalam ilmu pengetahuan daraipada aspek
lainnya
Nasr mengajukan teori pendidikan lingkungan yang tujuan
dari pendidikan Islam adalah menciptakan masyarakat yang baik dalam segala
bidang, serta mencetak manusia yang bisa berperan dan menyesuaikan diri dalam
masyarakatnya yang terus berkembang
Strategi penerapan untuk mencapai tujuan
pendidikan diantaranya melakukan pelatihan nalar dan intuisi, perlu kajian
terhadap ajaran Islm, perlu adanya pemecahan rahasiaalam
Relevansi
strateginya dalam menghadapi tantagan internal dan eksternal
a. Perlunya pelatihan nalar dan intuisi, agar siswa terbiasa berfikir kritis dan dapat
lebih dekat dengan Allah
b. Perlunya kajian-kajian
terhadap ajaran-ajaran (agama) secara ilmiah, eksoterik dan esoteric agar siswa
selalu mewujudkan ajaran islam dalam kehidupan sehari – hari ditengah kerusakan
moral bangsa
c. Perlunya pemecahan rahasia-rahasia tatanan alam
melalui metode ilmiah dan spiritual,
agar para siswa nantinya dapat menghadapi permasalahan dalam berbagai bidang
berlandaskan keilmuan dan keislaman
E. Konsep rububiyah
menurut Bagheri dan Khosravi
Konsep rububiyah yang dimaksud adalah Pertama,
mengetahui Allah
sebagaimana Dia mengenalkan diriNya dalam Al-Qur’an, melibatkan rasionalitas.
Mengingat
bahwa masalah utama
setiap manusia
terletak pada pilihan antara
berbagai "tuan,"
itu
tak terelakkan
bahwa mereka
pada akhirnya
akan memilih
penguasa.
Ketika sesuatu
diambil sebagai
Tuhan,
ia mulai
membentuk
karakteristik
mereka sesuai dengan
sendiri.
Unsur kedua, yaitu memilih Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Mengingat bahwa seseorang telah memperoleh pengetahuan rasional tentang Tuhan yang menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan, secara alami cukup rasional untuk memilih Dia sebagai Tuhan. Sebagai konsekuensi, iman kepada Allah seharusnya juga rasional. Adat istiadat, warisan budaya, atau indoktrinasi tidak dapat menjadi dasar bagi iman yang benar kepada Allah. Kebiasaan manusia mengikuti budaya, atau indoktrinasi tidak dapat dijadikan dasar bagi iman sejati kepada Allah.
Unsur ketiga dari pendidikan Islam, yaitu, melakukan
perintah Allah dan bertindak menurut mereka, juga harus bersikap rasional.
Dengan demikian, harus ada alasan untuk melakukan tindakan.
Strategi penerapan untuk mencapai tujuan pendidikan
diantaranya: membiasakan pendidikan akhlak dengan memberikan penjelasan suatu
perintah berbuat, dalam pendidikan melibatkan aspek rasional
Relevansi
strateginya dalam menghadapi tantagan internal dan eksternal:
1.
Hubungan guru
dan peserta didik didasarkan tidak semata pada peniruan perilaku guru, namun
disertai menjelasan sebab diperintah, agar siswa nantinya ketika menghadapi
masalah dapat memahami arti dari perintah itu dan menerapkannya dalam
menghadapi masalah tersebut berdasarkan Islam
2.
Dalam proses
pendidikan tidak hanya diajarkan aspek kongnitif saja tetapi melibatkan
rasional agar para siswa terbiasa berfikir masuk akal dalam menyelesaikan
permasalahan yang semakin kompleks dewasa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar