Januari 15, 2013

The Islamic Concept of Education Reconsidered (Khosrow Bagheri and Zohreh Khosravi)


Peradaban yang dibangun agama Islam adalah adalah peradaban ilmu. Mulai dari ayat suci Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan di muka bumi dan ayat-ayat lain yang turun berikutnya, hingga sunnah serta sejarah hidup Rasulullah SAW cukup menjadi bukti kongret bagaimana perhatian Islam terhadap ilmu dan pendidikan sedemikian besar. Semangat intelektualitas yang membara dan pemahaman yang benar terhadap konsep ilmu yang terwariskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW oleh para penerus sejarah umat ini juga telah memunculkan sebuah peradaban besar yang sangat berjasa bagi tumbuh berkembangnya peradaban Barat yang datang kemudian dan biasa kita sebut sebagai perdaban modern.
Diskursus mengenai konsep ilmu dan pendidikan juga mendapat porsi besar dalam berbagai literatur dan tulisan para sarjana muslim terkemuka yang pernah muncul dalam bentangan sejarah panjang peradaban Islam. Sekedar menyebut contoh, adalah Ibn Hazm al-Andalusi, seorang sarjana yang sangat piawai berbicara mengenai filsafat, teologi, hukum (fiqh), sejarah maupun politik, karya-karyanya tak luput berbicara mengenai pemikiran pendidikan yang bertebaran dalam berbagai bukunya seperti Ţawq al-Hamāmah, Mudāwāh al-Nufūs atau Al-Taqrib fi Hadd al-Mantiq wa al-Madkhal fīh.[1] Demikian pula dengan Abu Hāmid al-Ghazāli (w.505 H) atau para sarjana yang menulis buku-buku spesifik mengenai pendidikan seperti Muhamad ibn Sahnūn al-Tanūkhi (160-240H) dalam karyanya Ādāb al-Mu`allimīn wa al-Muta`allimīn, Ibn Al-Jazzār al-Qayruwāni (w.369H) dengan Siyāsah al-Şibyān wa Tadbīruhum, Nāşiruddīn al-Ţūsi (567-672 H) yang mengarang buku Ādāb al-Muta`allimīn, Ibn Jamā`ah (639-733H) dengan karyanya Tadzkirah al-Sāmi` wa al-Mutakallim fī Ādāb al-`Ālim wa al-Muta`allim atau Al-Sam`āni (506-562H) dengan bukunya Adab al-Imlā’ wa al-Istimlā’, Burhānuddīn al-Zarnuji (w.591H) dengan Ta`līm al-Muta`allim, serta Al-Shawkāni (w. 1281H) dengan Adab al-Ţalab wa Muntahā al-Arab dan lain-lain.[2]
Namun ironisnya,  kualitas  pendidikan di dunia Islam secara umum dalam konteks kekinian telah dan masih terus mengalami kondisi yang sangat menyedihkan (deplorable), sehingga membutuhkan sebuah solusi dan langkah-langkah efektif untuk kembali membangkitkannya baik usaha-usaha itu datang dari para individu sarjana/tokoh cendekiawan maupun organisasi-organisasi keagamaan. Tentunya, sebagaimana laiknya usaha-usaha yang dilakukan manusia, sebuah aktivitas pendidikan senantiasa memerlukan peninjauan ulang setiap waktu untuk dievaluasi, baik dalam kerangka evaluasi permulaan (taqwīm ibtidā’ī, initial evaluation) maupun evaluasi akhir (summative evaluation, taqwīm khitami) untuk dilakukan perbaikan-perbaikan dan sejumlah perubahan.
Salah satu kritik tajam yang seringkali dialamatkan kepada kondisi pendidikan Islam kontemporer adalah adanya dominasi indoktrinasi dan pendekatan metode belajar-mengajar yang cenderung monolog, serta menonjolnya sikap taqlid yang pasif sehingga dianggap mengabaikan aspek-aspek rasionalitas serta kritisisme dalam proses pendidikan yang berlangsung. Sementara itu dari sebagian kalangan pakar pendidikan yang lain, khususnya dari kalangan Barat, melihat bahwa ada yang salah dengan konsep – konsep pendidikan Islam yang seakan menolak rasionalisme, terutama rasionalisme liberal peradaban Barat. John M. Hasltead seorang professor pendidikan asal Inggris dalam sebuah kajiannya menyimpulkan bahwa konsep pendidikan islam secara umum sangat tidak rasional. Halstead memang berlebihan sehingga ia rentan terhadap kontradiksi dari kalangan sajana muslim, seperti dilakukan oleh dua orang professor pendidikan asal Iran, Khosrow Bagheri dan Zohreh Khosravi  yang berhasil membuktikan melalui salah satu kajian kritisnya terhadap pendapat Halstead tersebut. Untuk itu makalah ini akan berupaya melihat sejauh mana sebenarnya Islam memandang aspek rasionalitas dalam proses pendidikan dengan menggunakan ‘kacamata’ atau perspektif pemikiran tokoh muslim modern tersebut.
Khosrow Bagheri memiliki sebuah gelar B.A. dalam psikologi, MA dalam filsafat pendidikan, dan Ph.D. dalam filsafat pendidikan dari New South Wales University, Australia (1995). Dia adalah seorang profesor di Fakultas Psikologi dan Pendidikan (Departemen Sosial dan Yayasan Filosofis) di Universitas Teheran, IranZohreh Khosravi memiliki sebuah B.A. dan sarjana sastra dalam psikologi dan Ph.D. dalam psikologi (1996) dari Universitas New South Wales, Australia. Dia adalah seorang profesor di Fakultas Pendidikan dan Psikologi (Departemen Psikologi) di Universitas al-Zahra, Iran.
Uraian makalah lebih lanjut silahkan downloand di sini 


[1] Sa`īd Ismā`il Ali, Al-Fikr al-Tarbawi al-`Arabi al-Hadits, Serial `Ālam al-Kutub edisi 113, Kuwait: Al-Majlis Al-Waţani li al-Tsaqāfah, 1987, hlm. 11-13
[2] Şālih ibn `Ali Abū `Arrād, Al-Tarbiyah Al-Islāmiyah: `Ilm Tsunā’iyy al-Maşdar, ebook diterbitkan oleh situs www.saaid.net, 1428H,  hlm. 25-27

1 komentar:

zoheir noaparast mengatakan...

sangat baik sanggahan dari Halstead