Baghdad merupakan pusat pemerintahan dan peradaban pada
masa Bani Abbasiyah. Ibu kota Negara pada awalnya adalah al-Hasyimiyah dekat
kufah. Namun, pada masa khalifah al-Mansyur ibu kota Negara dipindahkan ke kota
yang baru didirikannya yaitu kota Baghdad yang terletak di dekat ibu kota
Persia, Ctesipon, pada tahun 762 M.[1]
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sebagai pusat
intelektual, di Baghdad terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu. Di
antaranya adalah Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan yang menjadi
pusat pengkajian berbagai ilmu. Selain itu Baghdad juga sebagai pusat penterjemahan
buku-buku dari berbagai cabang ilmu ke dalam bahasa Arab.[2]
Semua kemegahan dan keindahan kota Baghdad sekarang hanya
tinggal kenangan. Semuanya hancur dan hampir tak tersisa, setelah kota ini di
serang dan dibumihanguskan oleh tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Pasukan Mongol juga membakar buku-buku yang ada di perpustakaan yang merupakan
gudang ilmu pengetahuan.[3]
Sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, kehancuran
Baghdad tentu memberikan dampak yang besar terhadap sejarah umat Islam.
Jatuhnya kota Baghdad bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah, tetapi juga
merupakan awal dari kemunduran umat Islam. Ketika Baghdad hancur berbagai
khazanah ilmu pengetahuan yang ada di sana juga ikut lenyap. Dikisahkan bahwa
buku-buku yang ada dalam baitul hikmah dibakar dan di buang ke sungai Tigris
sehingga airnya berubah yang asal mulanya jernih menjadi hitam karena tinta
dari buku-buku tersebut.
Fakta tersebut dalam perspektif sejarah kritis
tentulah tidak bisa diterima apa adanya, karena sejarah harus mampu menjelaskan
mengapa sebuah peristiwa itu terjadi. Sehingga peristiwa masa lalu yang kita
pelajari bisa bermakna untuk masa kini dan masa depan. Karena sebagaimana
dikatakan ibn Khaldun bahwa masa lalu
dan masa depan mengandung hukum social yang sama dan dapat dipahami dari masa
sekarang[4]. Selain itu, baik dalam perspektif sejarah ataupun agama
selalu dikatakan bahwa tidak ada sebuah
peristiwa yang terjadi secara kebetulan. oleh karena itu, hancurnya Baghdad
perlu diadakannya pengkajian tentang latar belakang penyerangan dan dampak dari
penyerangan tersebut.
B. Pokok Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa pokok
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
kekhalifahan Bani Abbasiyah menjelang penyerangan Mongol?
2. Bagaimanakah Sejarah
Bangsa Mongol ?
3. Apa penyebab Bangsa
Mongol menyerang Baghdad?
4. Apa dampak dari
serangan Mongol tersebut terhadap Peradaban Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bani Abbasiyah Menjelang Penyerangan Mongol
Kota Baghdad adalah ibu
kota Negara pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Pada masa kejayaannya, kota
Baghdad menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada masa khalifah ketiga, al-Mahdi, hingga
khalifah kesembilan, al-Watsiq. Namun lebih khusus lagi pada masa Harun
al-Rasyid dan al-Makmun anaknya.[5]
Khalifah al-Makmun
membangun perpustakaan yang dipenuhi dengan ribuan buku ilmu pengetahuan.
Perpustakaan tersebut dinamakan dengan Bait
al-Hikmah. Selain itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi, dan sekolah
biasa. Dua di antaranya yang paling penting adalah perguruan Nizhamiyah dan
Muntashiriyah.[6]
Syamsul Bakri mengutip
dari Syalabi, secara umum membagi perkembangan Bani Abbasiyah dalam tiga
periode.[7] Periode pertama
dari Abul Abbas sampai al-Watsiq, yaitu periode di mana kekuasaan berada di
tangan khalifah. Para khalifah pada periode ini adalah ulama yang berijtihad
dan mengeluarkan fatwa, pahlawan dan pemimpin militer yang perkasa serta
memiliki kecintaan terhadap intelektual. Periode kedua dimulai masa
pemerintahan Abu Fadl al-Mutawakkil sampai pertengahan khalifah al-Nashir. Pada
masa ini khalifah hanya sebagai simbol, kekuasaan politik mlai berpindah dari
khalifah ke tangan orang-orang Turki, kemudian beralih ke tangan golongan
Buwaihi, dan kemudian berpindah ke tangan Bani Saljuk. Sultan–sultan kecil
sudah memiliki kedaulatan sosial-politik, sedangkan khalifah hanya sebagai
jabatan keagamaan yang sakral. Periode ketiga dimulai sejak pertengahan al-Nashir
hingga akhir Bani Abbasiyah. Periode ini khalifah sudah memiliki kekuatan
kembali hingga akhirnya diserang pasukan Hulagu Khan dari Mongol di era
khalifah Abu Ahmad Abdullah al-Mu’tashim.
Bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran ketika pada masa
periode kedua, yaitu dimulai ketika masa khalifah Al-Mutawakkil. Ada banyak hal
yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah, di antaranya adalah:
1. Lemahnya khalifah
Setelah kekuasaan Bani Saljuk berakhir, khalifah Abbasiyah
tidak lagi berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Para khalifah yang sudah
merdeka dan berkuasa kembali wilayah kekuasaan mereka sangat sempit dan
terbatas, yaitu hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah
yang sempit menunjukkan kelemahan politiknya.
2. Persaingan antar
bangsa
Khilafah Bani Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang
bersekutu dengan orang-orang Persia. Setelah berkuasa, persekutuan itu tetap
dipertahankan. Orang-orang Persia masih belum puas dan mereka menginginkan
sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula.
Selain itu muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang
melahirkan gerakan syu’ubiyah. Sementara itu, khalifah mengangkat
budak-budak dari Persia dan Turki untuk menjadi tentara atau pegawai. Hal ini
mempertinggi pengaruh mereka terhadap kekhalifahan. Ketika pada masa
al-Mutawakkil, seorang khalifah yang dianggap lemah, kekuasaan dikendalikan
oleh orang-orang Turki dan khalifah hanya dijadikan sebagai boneka. Posisi ini
kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia , selanjutnya beralih ke
tangan dinasti Saljuk.
3.
Penurunan ekonomi
Bersamaan dengan kemunduran dibidang politik, dinasti Bani
Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi. Penerimaan negara menurun
disebabkan makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak kerusuhan yang
mengganggu perekonomian, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan
diri. Sementara pengeluaran membengkak dikarenakan kehidupan para khalifah dan
pejabat yang bermewah-mewahan. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan
perekonomian Negara tidak stabil.
4.
Konflik keagamaan
Munculnya gerakan
Zindiq, yang dilatar belakangi kekecewaan orang-orang Persia, membuat khalifah
merasa perlu mendirikan jawatan untuk mengawasi kegiatan orang-orang tersebut
dan memberantasnya. Gerakan ini mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme,
dan Mazdakisme. Ketika mulai terpojok, mereka berlindung di balik ajaran Syi’ah. Sehingga banyak
aliran Syi’ah yang dianggap ekstrem dan menyimpang. Syi’ah adalah aliran yang
dikenal sebagai aliran politik yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah.
Keduanya, sering terjadi konflik yang kadang melibatkan penguasa. Selain itu
juga terjadi konflik antar aliran dalam Islam. Seperti konflik antara
Mu’tazilah dengan gologan Salaf.[8]
Akibat dari kemunduran dinasti Bani Abbasiyah ini, membuat
mereka sangat rentan terhadap serangan dari luar. Lemahnya para khalifah dan
tidak adanya persatuan di antara umat, mengakibatkan pertahanan negara mudah
ditembus. Sehingga ketika Mongol menyerang Baghdad, mereka dapat dengan mudah
menguasainya tanpa perlawanan yang berarti.
B. Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan
Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia utara, Tibet
Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama
Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra
itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak
bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian
hari.[9]
Dalam rentang waktu yang sangat panjang,
kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup
dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu
mempertukarkan kulit binatang dengan kulit binatang yang lain, baik diantara
sesama mereka maupun dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka,
Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang
kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya.
Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. [10]
Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar,
suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan
tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah
(Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari yang sedang
terbit.[11]
Pemimpin atau
Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugei (w.
1175) yang merupakan ayah Cenghis. nama asli Chengis bernama Temujin, seorang
pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Temujin mendapat gelar Chengis saat
berlangsungnya Qurultay, sidang para kepala suku bangsa Mongol yang
berlangsung pada 1206 M, menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat Temujin
dengan gelar Cenghis Khan sebagai pemimpin tertinggi bangsa Mongol, ketika ia
berumur 44 tahun. Ia adalah anak dari pemimpin atau Khan bangsa Mongol, yang
dalam sejarah bernama Yesugey Ba’atur (W. 1175 M)[12]
Dalam bidang militer Chengis mulai menata pasukannya
dengan baik. Ia membagi pasukannya dalam beberapa kelompok besar-kecil, seribu,
dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang
komandan. Setelah pasukannya teroganisir dengan baik,
Chengis Khan mulai memperluas daerah kekuasaanya dengan menaklukkan
daerah-daerah lain. Pada tahun 1209 M ia membawa pasukannya dengan tujuan
Turki, Farghana, dan kemudian Samarkand. Mereka mendapat perlawanan yang keras
dari penguasa Khawarizm, Sultan Ala al-Din. Karena seimbang, akhirnya
masing-masing kembali ke Negerinya. Sepuluh tahun kemudian mereka masuk
Bukhara, Samarkan, Khurasan, Hamadhan, sampai ke perbatasaan Irak. Di Bukhra,
ibu kota Khawarizm, mereka kembali mendapatkan perlawanan dari Sultan Ala
al-Din, namun mereka berhasil mengalahkannya. Di setiap daerah yang mereka
lewati, terjadi pembunuhan besar-besaran. Bangunan-bangunan mereka hancurkan
dan sekolah-sekolah dibakar.[13]
Setelah meninggal, Chengis Khan membagi wilayahnya kepada
empat orang anaknya, yaitu Jochi, Chaghtai, Oghtai, dan Touly[14]. Changtai
berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan
berhasil menguasai Khawarizm setelah mengalahkan Sultan Jalal al-Din. Saudara
Chagtai, Touly menguasai Khurasan. Karena kerajaan Islam sudah terpecah belah,
maka dapat dengan mudah ia mengusai Irak. Ia meninggal tahun 654 H/1256 M dan
digantikan putranya Hulagu Khan. Hulagu Khan inilah yang nantinya akan
menghancurkan Baghdad.
C.
Penyerangan Mongol ke
Baghdad
Pada tahun 1253, Hulagu Khan bergerak dari Mongol memimpin pasukan
berkekuatan besar untuk membasmi dan
menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Inilah gelombang kedua yang dilakukan bangsa
Mongol. Mereka menyapu bersih semua yang mereka lewati dan yang menghadang
perjalanan mereka menyerbu semua kerajaan kecil yang berusaha tumbuh di atas
puing-puing imperium Syah Khawarizm. Hulagu mengundang Khalifah al-Mu`tasim
(1242-1258) untuk bekerjasama menghancurkan kelompok Hasyasyin Ismailiyah.
Tetapi undangan itu mendapat jawaban yang membuat Hulagu Khan marah, karena
surat itu berisi penghinaan dan penolakkan. Pada 1256, sejumlah besar benteng
Hasyasyin, termasuk “puri induk” di Alamut, telah direbut tanpa sedikit pun
kesulitan, dan kekuatan kelompok yang ketakutan itu hancur lebur. Pada peristiwa penyerbuan ini bangsa mongol yang
dipimpin oleh Hulagu, cucu Jenghis Khan di Kota Baghdad, selain motivasi invasi
dan penaklukan wilayah, penyerbuan ini adalah puncak dari sengketa yang telah
dimulai sejak tahun 1212 M. Pada
bulan September tahun berikutnya, tatkala merangsek menuju jalan raya Khurasan
yang termasyhur, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada khalifah agar menyerah dan
mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah tetap
enggan memberikan jawaban. Pada Januari 1258, anak buah Hulagu bergerak dengan
efektif untuk meruntuhkan tembok ibukota. Tak lama kemudian upaya mereka
membuahkan hasil dengan runtuhnya salah satu menara benteng.[15]
Khalifah al-Mu`tasim benar-benar tidak dapat
membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis itu, wazir
khalifah Abbasiyah, Ibn al-‘Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu
khalifah. Ia mengatakan kepada khalifah, “Saya telah menemui mereka untuk
perjanjian damai. Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan
Abu Bakr, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu.
Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu
terhadap sultan-sultan Seljuk”.
Khalifah menerima usul itu. Ia keluar bersama
beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah
berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan
Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para
pembesar istana yang terdiri dari ahli fikir dan orang-orang terpandang.
Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang
dikatakan wazirnya ternyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri,
dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan kejam ini,
berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan
rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol
tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Pebruari 1258.[16]
Walaupun sudah
dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun,
sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol
menyeberangi sungai Eufhrat menuju Syiria, kemudian melintasi Sinai, Mesir.
Pada tahun 1260 mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara
Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang
menjadi raja kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh
Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya. Tindakan Qutuz ini menimbulkan
kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha kemudian melintasi Yordania menuju Galilie.
Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan
Baybars di ‘Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Mamalik berhasil
menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260[17]
D. Dampak Penyerangan Mongol Terhadap Peradaban Islam
Bangsa mongol
meninggalkan catatan hitam dalam sejarah peradaban islam. Bangsa mongol memang
dikenal sebagai bangsa yang pemberani, keberadaannya, kekejamanya dan
kebengisannya mencapai puncak pada masa kepemimpinan Jhengis khan dan beberapa
garis keturunan kebawah. Meskipun kesalahan – kesalahan itu sebagian dianggap
telah ditebus oleh beberapa keturunannya sebagai pembelah islam dan memberikan
energi baru untuk membangkitkan kembali kebudayaan islam. Namun, hancurnya
peninggalan – peninggalan sejarah tidak bisa terlupakan.
Serangan mongol di
negeri islam khususnya di baghdad selain berdampak berakhirnya masa khalifah
Abbasiyah, tetapi menjadi awal kemunduran umat islam terlebih khazana
ke-ilmuannya. Secara khusus dampak serangan mongol terhadap peradaban islam
diantaranya :
1.
Politik
Kehancuran ibukota
baghdad sebagai pusat pemerintahan khalifah Abbasiyah berpengaruh besar
terhadap mundurnya peradaban islam. Kekosongan ke-khalifahan melemahkan
kekuatan umat islam, bahkan peradaban islam banyak dipandang tenggelam setelah
diapit diantara dua kekuatan musuh islam, tentara salib di barat dan pasukan
mongol di timur.[18] Pada rezim Ilkhan
atau Hulagu, Baghdad di turunkan posisinya menjadi ibukota provinsi dengan nama
Iraq al- Arabi.
2.
Sosial
Dampak sosial akibat serangan mongol di ibukota khalifah
abbasiyah tidak jauh berbeda dengan kondisi politiknya. Pembunuhan massal,
pembantaian bayi, anak, wanita, pemerkosaan, penjarahan. Menjadi catatan hitam
umat islam dalam perjalanan sejarah peradaban islam. Kemakmuran yang pernah
dicapai pada masa khalifah Harun Al-Rasyd dan anaknya tinggal cerita.
3.
Pendidikan dan keilmuan
Baghdad pada masa
khalifah Abbasiyah adalah pusat perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan budaya
kecintaan terhadap ilmu terlihat dari besarnya kontribusi ilmuan masa itu
terhadap perkembangan keilmuan setelahnya. Pembangunan perpustakaan, tokoh
buku, sekolah-sekolah, pusat kajian dan diskusi adalah aktivitas kaum
intelektualnya. Pada masa kehancuran kota baghdad sejarah mencatat kisah
pemusnahan buku-buku di Baitul Hikmah yang sebagiannya di buang di sungai
Tigris . Hanya beberapa karya yang sempat diselamatkan. Ibnu Jubayr menyatakan
bahwa di Baghdad pada masa itu terdapat sekitar tiga puluh sekolah, salah satu
sekolah yang selamat dari malapetaka pemusnahan oleh bangsa Mongol adalah
Madrasah Nizhamiyah dan Muntashiriyah dari sanalah sejarah dan karya-karya para
ilmuan kembali di hidupkan.
4.
Agama
Kehancuran Khalifah Abbasiyah
menandai hancurnya pemerintahan Islam bahkan mulai mundurnya peradaban Islam
dalam percaturan Internasional. Dampak dari serangan ini memperluas pengaruh
kristen, dengan ditandai dengan pemberian anugerah istimewah kepada kepala
keluarga Nestor dan keberpihakan Hulagu terhadap pasukan perang salib dan
Hulagu sendiri lebih menyukai warga Kristen dibanding warga Islam. Meskipun
Pada masa kekuasaan Ghazan Mahmud(1295 – 1304) penerus ketujuh Ilkhan Islam
menjadi Agama Negara meskipun kecenderungan kepada mahzab atau sekte Syiah[19].
Gambaran singkat dampak serangan
pasukan mongol di Kota Baghdad terhadap perjalanan sejarah peradaban Islam.
Dimana catatan hitam ini menjadi pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya.
Bahkan sejarah ini juga menjadi catatan penting dalam pembangunan sejarah
peradaban Islam selanjutnya. Lemahnya
solidaritas dan perpecahan adalah sumber kehancuran.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas tentang penyerangan Bangsa Mongol ke Baghdad
dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya :
1.
Bani
Abbasiyah menjelang penyerangan Mongol sudah mengalami kekacuan dan kemunduran
dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya: a. Lemahnya khalifah karena
wilayah kekuasaannya menjadi sempit, b. Persaingan antar Bani Abbasiyah dan
Persia yang ingin mendirikan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari orang
– orang Persia, c. Penurunan ekonomi disebabkan penerimaan kas negara menurun
karena terjadi penyempempitan wilayah dan membengkak pengeluaran karena khalifah hidup bermegah –
megahan dan banyak mengeluarkan uang untuk pegawai, d. Terjadinya konflik agama
yang ada di Abbasiyah. Dengan kemunduran Bani Abbasiyah ini merupakan faktor
internal Dinasti tersebut dapat dikuasi oleh Mongol.
2.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan
Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia utara, Tibet
Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Pemimpin yang terkenal
adalah Chengis, dia melakukan penaklukan
negara lain hingga memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan setelah meninggal,
Chengis Khan membagi wilayahnya kepada empat orang anaknya, yaitu Jochi,
Chaghtai, Oghtai, dan Touly. Dan dari keturunannya lahir Hulagu Khan yang memimpin Mongol menghancurkan
Baghdad
3. Faktor penyerangan Hulagu Khan ke Baghdad adalah karena al Mu`tasim menolak Hulagu Khan untuk menyerang Hasyasyin Ismailiyah, dan Hulagu Khan ingin melakukan penaklukan wilayah, serta
ingin memperbaiki kehidupan Bangsa Mongol. Khalifah al-Mu`tasim benar-benar tidak dapat
membendung serangan tentara Hulagu Khan. Dan adanya penghiantan Ibn al-‘Alqami seluruh
wazir dan khalifah dibunuh Hulagu Khan. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di
Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir. Dan
pada akhirnya Panglima tentara Mongol, Kitbugha, ketika ingin menguasi Mesir
dia tidak berhasil dan kalah dari pasukan
Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybars di ‘Ain Jalut.
4. Serangan mongol di negeri islam khususnya di baghdad memiliki
dampak buruk terhadap peradaban islam
diantaranya: a. Peradaban islam tenggelam karena telah diserang oleh tentara
salib dan mongol dan pemerintah islam lemah karena tidak adanya khalifah, b.
Dampak sosialnya adalah banyaknya pembunuhan, pemerkosaan dan penjarahan
menyebabkan kehidupan tidak tentram, c. Banyak karya intelektual islam yang dihancurkan menyebabkan kemunduran
dalam pendidikan dan keilmuan, d. Pengaruh kristen lebih besar dari pada Islam
[1] Yatim, Badri. Sejarah Perdaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. h.281
[2]
Syamsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah, 2010. h.147.
[3] Ibid,
h.129
[4]
Hakimul Ikhwam Affandi, Akar Konflik Sepanjang Zaman : Elaborasi
Pemikiran Ibn Khaldun. Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2004.h.74.
[5] Philip.
K. Hitti, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Selamat Riyadi. Jakarta: Serambi, 2005.h. 369.
[6]
Badri Yatim, Sejarah Perdaban Islam .
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. h.
277-278.
[7]
Syamsul Bakri, Peta Peradaban Islam.
Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011. h. 54.
[9] Ahmad Syalabi,Mausu’ah al-Tarikh
al-Islami wa al Hadharah al-Islamiyah, Juz VII. Kairo: Maktabah Al-Nahdhah
Al-Mishriyah, 1979. h. 745.
[12] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007. h.286
[15] Philip K. Hitti, History of The Arabs (terj.).Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, 2005.h. 619
174.
176.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar