Maret 09, 2016

SEJARAH KA`BAH I: MASA NABI IBRAHIM DAN ISMAIL



Nabi Ibrahim adalah Nabi dan Rasul Allah yang diutus untuk kaumnya di daerah Babilonia. Beliau hidup di bawah kekuasaan Raja kejam bernama Namrudz. Ketika Nabi Ibrahim melakukan dakwah di tengah masyarakat Babilonia, beliau mendapatkan berbagai celaan. Puncak dari tantangan dakwah Nabi Ibrahim kepada kaumnya adalah dia dibakar oleh Raja Namrudz. Atas izin Allah Nabi Ibrahim selamat dari siksaan tersebut.
Nabi Ibrahim dan istrinya bernama Sarah menyelamatkan diri ke negeri Syam. Nabi Ibrahim memutuskan untuk menikah dengan Hajar setelah mendapatkan saran dari Sarah yang merasa bersalah tidak dapat memberikan keturunan kepada Nabi Ibrahim. Allah memberikan karunia berupa anak yang sholeh dari kedua istri beliau. Sarah melahirkan Nabi Ishaq dan Hajar melahirkan Nabi Ismail.

Sarah merasa tidak nyaman terhadap perlakuan Nabi Ibrahim kepada Hajar. Dia memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk mengajak pergi Hajar ke tempat lain. Nabi Ibrahim membawa istri dan anaknya Ismail ke Mekah dan meninggalkannya di sana. Sejarawan Al Mas`udi berkata,” Ketika Nabi Ibrahim meninggalkan putranya, Ismail, dan ibunya, Hajar, di Mekah, ia menyerahkan nasbi keduanya pada Sang Maha Pencipta. Ia mengikuti petunjuk wahyu dari Allah bahwasanya ia menemukan sebuah lembah yang tidak ditumbuhi tanaman dan tempat itu adalah tanah tinggi yang berwarna merah. Maka Nabi Ibrahim menyuruh Hajar untuk membuat kemah dan menetap di sana bersama Ismail (Al mas`udi dalam Ali Husni, Sejarah Ka`bah, Hlm. 30).
Hajar dan Nabi Ismail tinggal di Mekah selama beberapa bulan hingga perbekalan mereka habis. Allah memberikan nikmat kepada mereka berdua dengan dipancarkannya air zam-zam yang tidak akan habis meskipun telah diambil manusia dari berbagai zaman. Kabilah yang pertama menemukan perkemahan Hajar adalah kabilah Jurhum. Mereka meminta izin kepada Hajar untuk tinggal di daerah zam-zam tersebut. Bayi Ismail tumbuh dewasa di tengah suku Jurhum dan belajar Bahasa Arab dari mereka.
Nabi Ibrahim merindukan Ismail dan mereka berdua dapat bertemu lagi. Allah memerintahkan mereka untuk membangun Ka`bah. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka`bah setelah mendapatkan petunjuk dari Malaikat Jibril tentang lokasi pembangunan Ka`bah. Setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Ka`bah, mereka diperintahkan menyeru manusia untuk menunaikan ibadah haji. Sebagaimana firman Allah,” dan serulah manusia untuk menerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap onta yang kurus, merek datan dari segenap penjuru yang jauh.”(QS. Al Hajj (22):27). Ka`bah yang dibuat Nabi Ibrahim memiliki panjang 30 hasta (1 hasta: 45 cm), tinggi 7 hasta dan lebarnya 32 hasta dengan sebuah pintu dan belum dieri atap (Ali Husni, Sejarah Ka`bah, Hlm. 42)
Nabi Ibrahim melengkapi Ka`bah dengan Hajar Aswad. Menurut riwayat Hajar Aswad adalah batu dari langit. Imam At Thabari menyandarkan riwayat tersebut kepada Ali bin Abi Thalib. Ia berkata,” Nabi Ibrahimlah yang membangun fondasi Ka`bah, kemudian dia dan Nabi Ismail meninggikan bangunannya sampai pada posisi rukun Ka`bah. Lalu Nabi Ibrahim berkata kepada Nabi Ismail,” Wahai anakku! Carilah sebuah batu untuk dijadikan tanda bagi manusia.” Nabi Ismail pun datang membawa sebuah batu, tetapi Nabi Ibrahim tidak menyukainya. “Carilah batu yang lain,” Nabi Ismail segera pergi untuk mencari batu yang lain. Tetapi ketika Nabi Ismail kembali, ia mendapati Nabi Ibrahim sudah meletakkan batu di tempat itu. Nabi Ismail bertanya,” Siapa yang membawakan batu itu untukmu?,” Yang membawanya adalah seseorang yang tidak ingin melihatku bersandar padamu (Jibril) ( Ath Thabari, Tarikh al Umam wa al Muluk, Jil. I, Hlm. 177)
Hajar Aswad adalah batu lonjong yang tidak beraturan. Ciri batu tersebut di antaranya: 1) berkilau dan berwarna hitam kemerahan yang di atasnya ada goresan berwarna merah dan kuning, 2) batu Hajar Aswad menyerupai meteor ( Luthfi Jum`ah, Hlm. 59), 3) tingginya 6 jengkal dari tanah yang membuat orang berbadan tinggi harus merunduk ketika hendak menciumnya dan orang berbadan kecil harus mendongak, lebarnya sepertiga jengkal  (Ibnu Batutah, Muhadzab Rihlah Ibni Batutah, Hlm. 107). Wa Allahu A`lam (Selesai penulisan di SD Islam Sunan Kalijaga, 10 Maret 2016, 15.30 WIB)
(Nantikan tulisan tentang Sejarah Ka`bah berikutnya.......)

Tidak ada komentar: